Kamis, 29 Maret 2012

My Self


Dyah Wulan Septiani

“ Dyah Wulan Septiani “ , it is my name. Handout from my parent. I was born at Bekasi , September 13th 1993 . And now I’m 19th years old. 

December 19th 2011, I was to be a students. I’m student at Gunadarma University. Faculty of manajemen economic majors. 

1EA22 is my first class. In this class, I have a new situations and have a new friends. Because I was to be a student at Gunadarma University, I get a number of student at there with 17211958. At the past people say it as “ nomer induk “.

I hope , I will be accomplish my study on time. And I hope too , I will be all rounder.

Sabtu, 10 Maret 2012

Keluarga Miskin dan Gangguan Jiwa Dambakan Bedah Rumah

NASIB pasutri I Ketut Gunik (60)-Ni Nyoman Pece (57) kurang beruntung. Sudah miskin, salah seorang anaknya, I Gede Kantun, menderita gangguan jiwa pula. Gunik sendiri juga sakit-sakitan. Pasangan suami-istri (pasutri) ini telah lama mendambakan bantuan bedah rumah. Apalagi dia pernah mendengar janji bahwa KK miskin yang ada anggotanya menderita gangguan jiwa bakal mendapatkan bantuan bedah rumah.

Namun, harapan itu sampai kini belum terwujud. Tahun lalu, ada janji dan program Gubernur bakal menggelontorkan bantuan 1.000 bedah rumah, 100 unit di antaranya diprioritaskan bagi KK miskin yang ada anggota keluarganya menderita gangguan jiwa alias gila. Klian banjar dinas dan perbekel pun sibuk mencari data karena ditugasi pemerintah atasan, termasuk data bedah rumah untuk penderita gangguan jiwa.

Tak ketinggalan Perbekel Desa Datah juga mengajukan data KK yang ada anggotanya menderita gila, salah satunya diajukan KK Ketut Gunik. Namun, Gunik yang juga sakit-sakitan sampai kini belum juga mendapatkan bantuan bedah rumah itu. KK miskin ini menghuni gubuk ukuran 4 x 4 meter. Hampir semua kegiatan dilakukan di gubuk itu, memasak hingga tidur. Kondisi gubuk juga memprihatinkan, selain sempit, atapnya dari danyuh (daun kelapa kering), berdinding gedek dan lantainya tanah.

Ditemui di gubuknya beberapa hari lalu, Pece mengatakan memang dua minggu lalu ada petugas dari banjar mensurveinya. Pece mengaku tak memiliki apa-apa, sehingga tak bisa membangun rumah layak huni. Dia hanya memiliki lahan tandus beberapa are. Di lahan itu hanya ada satu pohon kelapa. Lahan kering yang dikelolanya hasilnya tak seberapa. Untuk menambah penghasilan, pasutri ini memelihara satu ekor sapi kadasan dan seekor kucit (anak babi) yang juga kadasan. Selain bertani tak ada pekerjaan lain yang dilakukannya.

Pece mengaku kesulitan untuk makan sehari-hari. Suaminya Gunik kini sakit-sakitan. Seorang anak laki-lakinya menjadi buruh ke luar Karangasem. Bahkan, karena tak memiliki rumah, saat anaknya itu menikah dua tahun lalu, ia terpaksa meminjam rumah tetangganya untuk tempat tidur mempelai.

Dia mengaku berharap ada bantuan bedah rumah. Soalnya, dia sendiri benar-benar tak mampu membangun rumah layak huni. Apalagi, ada beban satu anak laki-lakinya menderita gangguan jiwa. Saat penyakitnya kambuh, Kantun kerap mengamuk menyerang ayah dan ibunya, sehingga mereka ketakutan.

Tak hanya pasutri Gunik-Pece di desa itu yang belum mendapatkan bantuan bedah rumah. Nasib serupa dialami I Gede Betet (38). Betet yang belum menikah karena mengalami keterbelakangan mental itu sangat berharap mendapatkan bantuan bedah rumah, guna bisa ditempati ibunya yang sudah tua dan dua keponakannya yang dititipkan adiknya tinggal di kampung. Dua tahun lalu, ayahnya meninggal akibat terjatuh dari fondasi rumahnya yang rusak. Ia diduga terpeleset saat bangun tidur dan ditemukan tewas tertelungkup di tangga rumah.

sumber : http://www.balipost.co.id